Postingan

Mahkota Terindah dan jubah kemuliaan untukmu Ayah, Ibu

Gambar
Wisuda Akhirussanah dan Alquran SDIT Insan Mulia Selasa, 28 Juli 2022 Mahkota Terindah dan jubah kemuliaan untukmu Ayah, Ibu Oleh: Nur Budianah Ayah, peluh lelahmu di bawah terik matahari, tidak pernah terbayangkan olehku. Menerjang rasa letih, melawan rasa kantuk. Semua demi Aku, buah hatimu. Ayah, aku tidak pernah tahu, apa harapan yang kau langitkan padaNya?. Atas seorang insan lemah yang hadir ke dunia ini, dengan tangisan keras mengguncang jiwamu, dulu. Namun, suara tangisanku memancarkan keharuan, disertai binar-binar air yang menetes dari matamu, indah. Lantunan azan dan iqomat dari lisanmu, terdengar merdu di telangiku. Dikarenakan ketidakrelaanmu atas telingaku mendengar selain asmaNya, untuk pertama kalinya kudengar di dunia ini. Hangatnya dekapanmu, menandakan kekhawatiranmu atas si mungil kemerahan ini, tersesat jalan dalam menjalani kehidupan sebagai seorang hamba. Degup jantungmu, kelembutan tersembunyi di antara tegasmu, bukti cinta kasih dan sayang tidak terkira untukku

Jejak Kenangan

Gambar
  Jejak Kenangan Oleh: Nur Budianah Netraku, seolah menatapmu di sini. Di depanku, menyuguhkan senyum khas indah menghiasi wajahmu sayu. Kalbu ini, merasakan kehadiranmu di sampingku. Bercengkrama, saling mengingatkan dan lantunkan ayat-ayat cinta-Nya bersama. Kebersamaan, sering kali hadirkan momen kurang menyenangkan kala itu. Kala keegoisan datang merajai kalbu dengan angkuhnya, keegoisanku dan keegoisanmu. Namun, semua itu menjadi indah di ingatan kini. Mengabadi dalam memori berujung duka. Perdebatan dan pertengkaran kecil menjadi bagian keseharian. Sering kali, ia mampu hilangkan harsa yang semula terlukis indah. Ia mampu memburamkan cerah cantik arunika dalam seketika. Tirta yang selalu meneteskan kesejukannya, terhenti karena muram tak lagi mampu disejukkannya. Anila enggan membawa pergi retislaya dengan hembusannya. Sang bijak pun, lenggana hadir kalahkan angkuhnya keegoisan. Bibirku kelu, tak rela ucapkan maaf tuk sekadar luruhkan sedikit keangkuhan. Namun, kalbu tercabik-cab

Bait-bait Sesal dan Pengharapan

Gambar
Bait-bait Sesal dan Pengharapan Oleh: Nur Budianah Surau itu 'kan menjadi saksi bisu, semua kisah kasih arkais belasan tahun silam. Aku dan kalian, di sana. Berawal tak mengenal, hanya melempar tatapan aksa satu sama lain. Bibir kelu membisu, hanya menyunggingkan senyum sesekali dan membalas senyuman lainnya. Saling sapa berkenalan, hingga tawa canda, duka lara, buntara menggelora merancang asa, jabat tangan peluk mesra, menjadi bagian warna dalam keseharian manis bersama.  Kalian menjadi bagian penting dalam hidupku kala itu, menjadi bagian terpenting pula dalam kenangan indah memoriku kini. Mengabadi tak 'kan pernah lekang ditelan masa. Namun, ebersamaan tak melulu menorehkan kebahagiaan semata. Terukir retislaya tak berdarah yang sempat singgah, terpahat kuat dalam kalbu.  Keringat dingin bercucuran, dada sesak napas terengah-engah, jantung berdegup kencang. Segera kusadarkan diri dari dunia alam bawah sadarku. Beranjak membasuh anggota tubuh dengan air wudu. Allah, rasa apa

Kutitipkan Kalbumu

Gambar
KUTITIPKAN KALBUMU Oleh: Nur Budianah Aksaku tertuju pada sosok yang kudamba, ia yang kini bersandar di kursi panjang di bawah pantulan indurasmi. Menambah pesona indah yang tak ingin kupalingkan. Berdegup kalbu, ingin kududuk tepat di sampingmu, tanpa kehadiran jamanika yang menghalangi. Berharap tangan ini berada dalam genggaman erat nan mesra. Tangan yang menuntunku lembut melangkahkan kaki. Menapaki jalan panjang arungi Samudra bersama. Aku hanya bisa memandang dari kejauhan dan bergumam, ‘apakah kau juga melihat ke arahku dengan perasaan yang sama?’ Ah mungkin itu hanya harapan semuku semata. Kuseruput nikmat secangkir kopi robusta, panasnya membantuku menyelimuti tubuh yang disapa oleh dingin. Malam ini menjadi malam terindah yang kumiliki, akan kusimpan dalam lembaran aksara mengabadi dalam memori. Di setiap tegukan terlantunkan harap pada pemilik hatinya. Karena tak bisa kusampaikan langsung harapanku padanya, maka kutitipkan saja ia dalam bait-bait harap di sepertiga malam. Di

Lamunan

Gambar
Lamunan Oleh: Nur Budianah Lamunan Memasuki lubang waktu Kembali pada kenangan masa lalu Masa yang lebih berharga dari emas sekalipun Terlintas jelas dalam netra Seakan menyaksikan Maha Karya 4 dimensi Nyanyian canda, alunan tangis Hangatnya masih tetap terasa  Wajah-wajah itu Masih terlukis jelas dan tak terhapus ditelan masa Kenangan suasana dan semua peristiwa Masih terekam jelas dan siap untuk disaksikan kembali kapanpun jua Harapanku Mereka memiliki lamunan sama sepertiku Abadikan semua dalam cinta Di manapun kapanpun  Bekasi, 30 Mei 2022

MUSAFIR

Gambar
Musafir Oleh: Nur Budianah Terompah usang siap menyambut kerikil tajam yang menyapa Di tengah lautan insan tetaplah jua sebatang kara Persaudaraan seluas samudra tak ada satupun teman abadi Pertemuan sesaat mengokohkan akar kerinduan sejati   Rerumputan saling berbisik Ia tak acuhkan karena kekasih hati lebih dekat dari urat lehernya Kicau burung menemani menyambut hari  Tercukupi segala meski tak secuilpun bekal dibawanya Buana tempat singgah sementara Tak mampu menyilaukan netranya Tak mampu meruntuhkan tegar karangnya Buntara berkobar tuju kedamaian atma Kesahajaannya membuat tamak segan merayu Kelembutannya mengalahkan api yang menyulut Ketegarannya menghalau ombak yang menghempas Sejatinya insan hanyalah Musafir di setiap desah napas Bekasi, 2 Juni 2022

Candala Memeluk Mesra

Gambar
Candala Memeluk Mesra Oleh: Nur Budianah Kebersamaan biasanya menjadi moment menyenangkan dan dinanti-nanti bagi banyak orang, namun tidak untukku. Kebersamaan selalu berujung candala, dialah pemenang perang batin dalam jiwaku. Gemuruh dada membuatku ingin segera kembali pada kesunyian, sunyi hanya bertemankan aku seorang. Entah kenapa candala setia memeluk mesra setiap kali berusaha kuat mengumpulkan cukup energi, agar aku mampu berada di antara banyak tawa dan kata. Lagi-lagi, jemariku tak bisa diam barang sejenak. Mereka berusaha meraba dan menari-nari agar mampu menyingkirkan candala yang selalu berusaha kuat memeluk mesra. Entah seperti apa tatapan yang tertuju padaku, penilaian seperti apa yang muncul akan kehadiranku. Aku hanya bisa mempertahankan energiku beberapa waktu saja. Jika melebihi batas energi yang kumiliki, maka kelelahan dan kegelisahan berusaha merasuk merajai relung jiwaku. Lagi-lagi candala berhasil menjadi pemenang menguasai. Kehadirannya mungkin telah Tuhan takd