Relakan Pada Takdir Terbaik-Nya



Relakan Pada Takdir Terbaik-Nya

Oleh: Nur Budianah


Saat hidup kalian diatur seseorang apakah kalian akan suka dan menerima dengan suka hati dan menjalani peraturan itu dengan senyum indah terlukis di wajah. Atau kamu justru akan menolak keras dan marah karena kamu merasa dan berpikir kalau hak asasi kamu sebagai manusia telah diambil paksa.


Aku yakin semua orang akan memberontak tidak terima jika kehidupannya diatur. Hak asasi manusia yang katanya dijunjung tinggi, nyatanya harus mengikuti aturan-aturan yang telah dibuat dan diatur untuk kehidupanmu.


Begitupun dengan Izzah, Ia sangat marah ketika hidupnya diatur. Salah satunya adalah masalah hati yang berkaitan dengan kehidupannya di masa yang akan datang bersama seseorang yang sudah sangat dekat dalam waktu yang cukup panjang. 


Jiwanya yang telah cukup waktu meninggalkan masa remajanya dan telah tumbuh menjadi seorang gadis dewasa, merasa dirinya berhak menentukan masa depannya sendiri. Gejolak hatinya menolak keras, jiwanya memberontak dan pikirannya menjadi kacau. 


Saat ia mengetahui cintanya tidak akan bisa bersatu menjadi sepasang suami isteri seperti yang selama ini ia harapkan dan impikan. Hatinya gelisah, pikirannya kusut dan jiwanya galau tidak bisa berpikir jernih. Ia memutuskan untuk menenangkan diri sementara waktu.


Ia pun meminta izin kepada kekasih yang sangat ia cintai selama ini. "Mario aku mohon maaf padamu, aku minta waktu untuk sendiri sementara waktu ini, aku butuh suasana untuk menenangkan diriku," 


"Baik Izzah, tidak apa-apa. Aku mengerti apa yang sedang mengganggu pikiranmu. Sepertinya memang sebaiknya kamu dan aku harus menjaga jarak dulu. Kita sama-sama tenangkan pikiran dan jiwa dulu agar bisa berpikir dan mengambil keputusan yang terbaik," jawab Mario.


Izzah merasa seolah tersirat dari perkataan Mario kalau dia akan menyerah dengan hubungan mereka yang telah terbina selama ini. Hubungan yang telah diperjuangkan untuk menjadi sebuah keluarga yang bahagia seperti pasangan-pasangan lainnya.


"Jadi ini mau kamu? Kamu menyerah dengan semua ini?" Jawab Izzah kesal mendengar jawaban Mario.


"Memangnya kamu berpikiran apa akan jawaban aku tadi Izzah?" Tanya Mario heran.


"Apa ada jawabanku yang salah dan membuatmu kecewa?" Tambah Mario kebingungan.


"Menurutku kamu menyerah untuk memperjuangkan hubungan kita yang selama ini kita bina, bagaimana dengan semua impian dan cita-cita kita untuk membina keluarga kecil yang bahagia?" Izzah membelakangi Mario kesal.


"Tolong dengarkan aku dulu, jujur aku tidak menyerah dan tidak mau menyerah dengan semua ini. Aku ingin tetap memperjuangkanmu untuk menjadikanmu pendamping hidupku. Aku ingin memiliki anak-anak yang cerdas yang lahir dari rahimmu. Maka dari itu, untuk sementara waktu aku setuju agar kita menjaga jarak dulu. Pikirkan semua matang-matang, pikirkan semua yang disampaikan kedua orang tua kita dan juga aturan agama kita. Ketika nanti sudah yakin dengan pikiran jernih kita dan siap mengambil keputusan, kita akan bertemu lagi untuk menghadap ke orang tua kita," jelas Mario mencoba menenangkan dan meyakinkan Izzah.


"Baik, kalau itu mau kamu Mario. Aku akan turuti apa yang kamu katakan barusan. Semoga nanti akan ada keputusan terbaik untuk kita," sahut Izzah yang sudah mulai tenang.


***

Izzah memutuskan untuk pergi ke rumah neneknya. Di sana ia bertemu dengan teman sedari kecil yang selalu main bersama setiap Izzah berlibur dan menginap di rumah neneknya.


"Nadia gimana kabar kamu? Kangen banget dah lama aku nggak pulang ke sini," sapa Izzah gembira saat bertemu Nadia.


"Alhamdulillah kabarku baik Izzah, bagaimana kabar kamu selama ini?" Tanya Nadia balik.


"Alhamdulillah aku juga baik, cuma aku sedang sedih Nad. Aku mau curhat sama kamu boleh?" Jawab Izzah sedikit murung di wajahnya.


"Boleh banget dong, aku jadi penasaran apa sih yang mau kamu ceritakan ke aku," sahut Nadia gembira bercampur penasaran karena sudah cukup lama ia tidak bercengkrama dengan Izzah.


"Yuk kita ngobrol di kamarku, aku takut nenek mendengarnya nanti," ajak Izzah menarik tangan Nadia menuju kamarnya.


"Nad, aku mau meminta masukan dari kamu. Aku punya pacar dan hubungan kami sudah cukup lama, semenjak kuliah aku dekat dengannya. Kami sudah berkomitmen untuk mersatu dalam ikatan pernikahan. Tapi satu penghalang, mamah papah ku tidak mengizinkan kami menikah," Izzah bersemangat menceritakan keluh kesahnya kepada Nadia dengan wajah murung di akhir ceritanya.


"Memangnya kenapa mamah papah mu tidak merestui kalian untuk bersatu dalam ikatan pernikahan?" Tanya Nadia memegang tangan Izzah.


"Karena kami berbeda keyakinan, kenapa sih harus ada peraturan seperti ini, apa kamu mengerti hal ini Nadia?" Izzah meminta pendapat Nadia.


"Astaghfirullah Izzah, yah jelas mamah papah mu tidak memberikan restunya. Karena memang Islam mengaturnya dengan sangat apik, dan aturan itu Allah buat untuk menjaga kehormatan kita sebagai seorang Muslim," Nadia mencoba menjelaskan dengan hati-hati.


"Tapi kenapa ada peraturan seperti itu?" Tanya Izzah penasaran.


"Peraturan dibuat pasti untuk kebaikan semua yang diatur, contoh mamah papah mu membuat peraturan agar kamu pulang tidak lebih dari jam 9 malam.  Coba kamu pikir, pasti mereka membuat peraturan ini untuk kebaikan kamu. Pertama nggak baik perempuan masih berada di luar rumah setelah jam 9 malam kan terlebih tengah malam," jelas Nadia mencoba agar Izzah berpikir secara logika.


"Iya sih, nggak baik kalau aku masih berada di luar rumah. Nanti dipikir aku kupu-kupu malam lagi," jawab Izzah sedikit cemberut dan tersenyum.


"Nah kan,  begitu juga pernikahan. Lelaki yang kamu akan nikahi itu akan menjadi imam atau pemimpin dalam rumah tangga kamu. Pada saat kamu nanti ingin solat berjamaah, bagaimana kamu bisa meminta suamimu untuk mengimami solatmu sedangkan cara ibadah kalian berbeda. Cara doa kalian berbeda, tempat ibadah kalian berbeda," Nadia mempraktekkan cara ibadah Izzah sebagai seorang muslim dan Mario dengan cara ibadahnya.


Izzah terdiam sesaat dan ia berpikir sangat dalam. Hatinya terketuk dan tersentuh akan penjelasan dari Nadia barusan.


"Coba kamu meminta baik-baik kekasih kamu untuk mengikuti keyakinan mu tanpa paksaan yah, itu hak dia untuk menerima atau tidak," Nadia memberikan solusi.


"Ok aku akan mencoba berbicara dengannya, aku sudah paham sekarang," Izzah sudah mulai bisa tersenyum lebar.

***

Setelah beberapa saat mereka berpisah dan berpikir, mereka memutuskan untuk bertemu membicarakan rencana ke depan dan memberitahukan hasil dari mereka menjaga jarak beberapa hari ini.


"Bagaimana kabarmu Izzah, semoga kamu dalam keadaan sehat selalu," tanya Mario.


Izzah sedikit heran dengan nada bicara Mario yang sedikit tidak seperti biasanya,  dia lebih sopan dan lembut. Pandangannya pun di jaganya dari mataku. 'Ada apa dengan Mario' gumam Izzah penasaran.


"Alhamdulillah aku baik-baik saja, bagaimana kabar kamu Mario, apakah kamu sudah mendapatkan keputusan setelah beberapa saat ini kita tidak bertemu?" Jawab Izzah disambung pertanyaan.


"Iya aku sudah memikirkannya, dan aku sudah mengambil keputusan dengan matang, bagaimana denganmu Izzah?" jelas Mario dengan nada tenang dan datar.


"Aku pun sudah memutuskan, aku meminta tolong padamu Mario, aku ingin sekali kita bersama dan menikah. Tapi agamaku mengatur semuanya dengan jelas dan rapih. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah :

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).  [An-Nisaa’/4: 34].

Sedangkan dalam hadis Muttafaq ‘alaih dijelaskan, "Wanita itu boleh dinikahkan karena empat hal, karena hartanya,  karena (asal-usul) keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang memeluk agama Islam,  (jika tidak), akan binasalah kedua tanganmu.”

Aku tidak mau memaksamu, kamu punya hak untuk memilih. Aku hanya bisa berharap kamu mau menjadi imanku dengan yakin bersama keyakinanku," pinta Izzah tersirat penuh harap Mario mau menyetujuinya.


"Iya Izzah aku sangat paham apa yang kamu sampaikan barusan, bismillahirrahmanirrahim Izzah setelah kita berpisah beberapa hari ini aku berusaha mempelajari apa yang menjadi keyakinanmu. Karena jujur dari awal aku mengenalmu aku sudah tertarik ingin mengetahui bagaimana ajaran agamamu, bagaimana cara ibadahmu, dan aku merasa tenang bersamamu. Kemarin aku gunakan waktu untuk mempelajarinya, Alhamdulillah aku bertemu Faris yang bersedia membimbingku. Betapa aku menemukan kedamaian di sini, aku ingin melangkah bersamamu membina keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Aku siap menjadi imammu Izzah," jawab Mario tenang dan terus menunduk menjaga pandangannya.


"Masya Allah, aku sangat terharu Mario. Ya Allah terimakasih atas nikmat dan karunia-Mu, atas hidayah-Mu pada kami. Izinkan kami untuk membina rumah tangga yang islami yang Engkau ridoi. Jujur Mario ini hadiah terbesar untukku, syahadatmu aku anggap sebagai mahar berharga tidak ternilai untukku," Izzah meneteskan air mata bahagianya.


"Bismillah besok kita ke orang tuamu yah, aku akan melamarmu, Alhamdulillah orang tuaku memberikanku kebebasan dalam menentuka keyakinanmu dengan syarat benar-benar dari hati bukan paksaan," ajak Mario epada Izzah.


Akhirnya Mario pun menjadi imam bagi Izzah di dunia dan akhiratnya, membina keluarga sakinah mawadah warahmah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahkota Terindah dan jubah kemuliaan untukmu Ayah, Ibu

Resume Materi Hari Pertama BM Gel 25-26

Lentera di Hati Bintang