Ia Bukan yang Aku Impikan

 



IA BUKAN YANG KUIMPIKAN

Oleh : Nur Budianah


Namaku Nisa, seorang ibu rumah tangga sekaligus pendidik di salah satu satuan pendidikan. Ingin sekali aku berbagi dan kuceritakan kisahku padamu. Kisah perjalananku yang sempat membuatku kecewa dan marah pada ketentuan takdir-Nya.


Takdirnya yang begitu banyak menorehkan warna menghiasi panjangnya perjalananan hidupku. Terkadang takdir-Nya menorehkan warna terang dan hangat bak sinar mentari yang menyinari dan menghangatkan seisi bumi. 


Takdirnya terkadang berwarna kelabu menyesakkan dada bak waktu yang meninggalkan cantiknya senja merangkak berganti malam yang kelam nan sunyi. Terkadang juga takdir-Nya bergejolak diiringi derai air mata bak gemuruh geledek diiringi deras rinai hujan.


Namun di antara semua warna yang ditorehkannya itu, takdir-Nya tak lekang memberikan torehan warna yang beraneka penuh keceriaan bak pelangi indah memesona. 


Ia muncul sesekali waktu setelah gelap awan disambut kilat menyala dan gemuruh geledek di antara rinai hujan. Namun ia tidak selalu muncul di waktu itu, hanya pada saat tertentu saja disertai faktor pendukung yang mampu memantulkan aura cantik pesonanya.


***

Sepuluh tahun silam aku adalah seorang Mahasiswi yang tengah menyelesaikan skripsi didampingi seorang yang istimewa. Ia seseorang yang Tuhan hadirkan sewaktu aku membutuhkan teman sejati. Seseorang yang membersamaiku menyelesaikan skripsi dan mendampingiku di Wisuda S1 jurusan Sistem Informasi. Ia jawaban dari doa-doaku yang kupanjatkan pada Sang Maha Pencipta Ya Mujiibas Sailin.


Ia adalah seseorang yang sama sekali tidak pernah aku bayangkan dan berani membiarkannya terpintas serta mengembara dalam pikiranku. Namun takdir-Nya sama sekali tidak pernah bisa diduga oleh aku sebagai manusia lemah. Seringkali takdir-Nya membuatku kecewa dan berpikir tidak adil hanya karena apa yang menjadi keinginanku untuk bersama orang yang aku inginkan tidak terkabulkan.


Sampai-sampai aku melupakan begitu banyak takdir-Nya yang mampu menghadirkan kebahagiaan.


***

Seorang istimewa yang kumaksud tidak lain adalah seseorang yang menjadi pendamping hidupku kini. Menjadi pemimpin dalam rumah tanggaku. Mengimamiku untuk menciptakan kasih sayang dan cinta dalam istanaku agar menjadi keluarga yang harmonis dan seindah senyaman surga.


Seorang yang kini menjadi bagian dari belahan jiwaku untuk mampu membantu meluruskan dengan lembut penuh kasih dan kesabaran terhadap tulang rusuk bengkok ini kala salah dalam melangkah. 


Siap memberikan bahu yang kuat bak tiang tegak menjulang tempat aku bersandar dari penatnya rutinitas. Bersandar sejenak mengatur napas, menenangkan pikiran dan melemaskan otot-otot sejenak, menguatkan jiwa raga untuk bersiap bergerak kembali lebih melesat dan lebih baik dari sebelumnya. 


Bak anak panah yang siap dilepaskan dari busur menuju titik capai yang diimpikan. Ia akan ditarik mundur perlahan namun pasti dan bertahan sejenak hingga dirasa telah siap dilepaskan.


Ia sedia membuka lebar kedua tangannya menawarkan pelukan hangat dan menyiapkan dadanya yang tegap, memberikan kenyamanan dengan alunan jantung terdengar menenangkan jiwa ragaku yang tengah dilanda gundah gulana, kesedihan dan keterpurukan. 


Pelukannya mampu mengalirkan dan mentransfer aura ketenangan menormalkan kembali hormon adrenalin dalam darahku, tidak berlebih dan juga tidak kurang. Menyalurkan energi dingin nan sejuk membantu berpikir jernih sehingga tidak terus menerus terombang ambing dalam amarah yang memuncak. Mampu membangkitkan semangat agar aku tidak terseret lebih jauh dalam pusaran depresi.


***

Sempurna?

Mungkin bagi orang lain akan berpikir dan menilai seperti itu. Apa yang tidak ada dalam genggaman, akan merasa itu adalah hal yang sempurna dan beruntung sekali bagi yang memilikinya. Namun apa yang ada dalam genggaman seringkali tak memiliki nilai sedikitpun. Bahkan lebih fatalnya lagi sampai menilai Tuhan tidak adil karena takdir yang diterimanya ini dirasa teramat buruk baginya.


Begitulah manusia, termasuk juga aku di dalamnya. Sempat terbersit dalam pikiranku kenapa Takdir-Nya tidak mengizinkan aku untuk memilih Ia, seseorang yang memang sangat aku inginkan untuk berada di posisi suamiku kini. 


Betapa aku menahan semua harapan yang terpendam selama di bangku kuliah. Aku berpikir Dia adalah sosok sempurna tanpa cela sedikitpun, Ia sangat ideal untuk menjadi seorang pemimpin dalam rumah tangga. 


Namun nyatanya takdir menentukan lain, takdir punya caranya sendiri dalam menyampaikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Pemilik jiwa raga dan hati ini. 


Maha benar Allah dalam firman-Nya Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 261 yang berbunyi :

".......Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."


Dari sini banyak pelajaran berharga. Allah mendidikku dengan cara terbaik-Nya, bisa jadi terkadang tidak sesuai harapan atau bahkan selalu tidak sesuai. Namun Allah memberikan apa yang dibutuhkan oleh hamba-Nya bukan yang diinginkannya. 


Ternyata di mata Allah suamiku lah yang terbaik untukku dan lebih pantas berada di posisinya kini mengisi relung jiwa hampaku dan menjadi bagian belahan jiwaku. Suamiku lah sosok sempurna dan ideal yang aku impikan selama ini.


Kecerdasannya menyiratkan ia mampu menjadi teman hidup dalam menghadapi segala problematika kehidupan dengan kerikil-kerikil tajam menghiasi. Ketundukan wajahnya saat berbicara menggambarkan ketawaduannya dan keterjagaan pandangannya dari melihat hal yang tidak baik dan tidak halal untuknya.


Kereligiusannya terpancar dan mengisyaratkan bahwa ia mampu menjadi imam idaman yang mampu membawa dan menahkodai perahu layar rumah tangga ini mengarungi panjangnya lautan kehidupan. Menerjang ombak cobaan yang menghadang dan mampu menghindari batu karang yang siap meremukkan badan kapal kapanpun juga saat tidak berhasil mengarahkan perahu ke arah lain guna menyelamatkan badan kapal dan semua penghuni di dalamnya. 


Mengajar dan mendidik buah hati kami agar mampu memilih dan menahkodai sekoci mereka untuk siap mengarungi lautan kehidupannya masing-masing. Mampu mengatasi segala rintangan yang menghadang di zamannya kelak sehingga suatu saat mereka akan siap menahkodai kapal layar kehidupan yang lebih besar lagi. 


Inilah dermaga yang sedang aku tuju bersama Utsman suamiku tercinta, bersamanya suka dan duka, tawa dan air mata kami lalui bersama, saling menguatkan, menggenggam tangan satu sama lain untuk sama-sama berkata :

'Bismillahirrahmanirrahim kita tuju dermaga surga firdaus bersama.'


Ternyata indahnya pelangi yang memesona mampu dimunculkan setiap saat. Kita lah yang berhak berusaha menghadirkan kebahagiaan itu. Ia tidak mungkin hadir begitu saja terlebih jika kita menutup diri. Biarlah kelabu, warna cerah nan hangat serta gemuruh mengiringi perjalanan hidupku. Kurela memeluk semuanya karena aku yakin ada Tuhan yang selalu memberikan kemudahan, juga ada genggaman kuat teman sejati hidupku. 


Suatu saat indah pelangi kan muncul memantulkan warna cerianya, kapanpun aku mau. Suatu saat semua warna dan rasa itu akan silih berganti mengisi perjalanan hidupku. Hadapi hidup dengan senyuman bersama orang yang tidak pernah aku impikan, namun dialah yang aku butuhkan.


Bionarasi

Penulis dengan nama pena Nurul Wardah yang kata orang manis dan baik hati tapi sok sibuk ini lahir di Bekasi, 7 Agustus 84. Beraktivitas sebagai pendidik Tahsin dan Tahfizh di SDIT Insan Mulia Tambun Utara Bekasi. Menulis baginya adalah media mengeksplor peotensi diri dan pemecah masalah yang mungkin tidak pernah terbersit dalam benak sekalipun. Kenal lebih dekat yuk melalui IG @diah_84, FB DiahNurBudianah.


Prestasi yang diraih juara 3 event Quotes antologi tema Harapan, harapan 1 Quotes antologi tema Memendam Rasa, juara terbaik 1 nubar cerpen antologi Scribles of Life.


Karya-karya beliau yang telah dibukukan dalam nubar antologi


Cerpen:

Lentera di Hari Bintang

Aku Bukan yang Pertama

Kembalikan Istriku (Juara Terbaik 1 tingkat Nasional bersama Lisa Publisher, tema: bebas)

Berawal Dari 00.01

Ia Bukan yang Kuimpikan

Teror Surat Kaleng

Terima Kasih Atas Cintamu

Kurelakan Rasa Ini

Cinta yang Tak Terucap

Mahkota Terindah Untuk Ibu

Cahaya di Pembaringan Reza

Cermin Kehidupan Malin


Puisi:

14 Hari Terakhir

Dentang Waktu

Kembali

Relung Hati

Persahabatan Hingga ke Surga

Rendah Hati di Puncak Kesuksesan

Terima Kasih Malaikat Kecilku

Harapan

Kepompong Ramadan

Setitik Cahaya

Sempurna


Quotes:

Tabir Harapan (Juara 3 tingkat Nasional bersama SPWS Publisher, tema: Harapan)

Puncak Harapan

Sempurna (Juara Harapan 1 tingkat Nasional bersama Dairy Publisher, tema: Memendam Rasa, genre: bebas)

Sudut Pandang Berbeda

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahkota Terindah dan jubah kemuliaan untukmu Ayah, Ibu

Resume Materi Hari Pertama BM Gel 25-26

Lentera di Hati Bintang